Pada Malam

Pada Malam

 


Pada Malam


Oleh: Samsul Adnan


Pada malam, Renungan 

Berselimut ke ubun-ubun 

Sinar lampu terhalang pohon sabu

Jiwa rimpuh ingin terus mengabdi.


Bersemayam pada citra, yang

Tersimpan Rapi di galeri.

Sekali saja aku katakan

Tidak akan lagi bersungut-sungut

Jujur pada masa 

Meski tak akan hinggap.


Pada malam senantiasa,

Berdo'a di keheningan 

Bersama kertas suci,

Dan menggarap tubuhmu.

Biarlah aku di penjara dosa-dosa 

Meliang di pinggir sungai, Rerumputan.

Terguyur sesaat menggali


Setelahnya, menjamah tubuh mu

Merengkuh hingga tersimpuh

Merawat ke dalam Bak mandi 

"Kita telah membuat benih"


Pada malam hari nanti

Kau tak akan lagi suci, Dan 

Aku tak akan lagi mau mengabdi.


Pada suatu malam nanti

Kita akan terpisah

Dari tempat tidur bawah.

Pagi ke sawah

Sore ke ladang

Kamu saja berdandan 

Persiapan malam selanjutnya.


Cerita pada malam 

Bahwa bersenggamaku

Ilusi

Fiksi 

Dan halusinasi.


Yogyakarta, 19 Oktober 2020



Buruh, Mahasiswa, Rakyat Dilema Parodi Pembuatan UU Cipta Kerja

Buruh, Mahasiswa, Rakyat Dilema Parodi Pembuatan UU Cipta Kerja

 


Founding Father Indonesia dalam merumuskan Pancasila serta Undang-undang Dasar kala itu, menggali dari keadaan masyarakat Indonesia yang dimiskinkan dan diperbudak oleh kapitalisme dan kolonialisme penjajah yang merampok bumi Indonesia. Sehingga arah perjuangan mereka yang diaktualisasikan dengan Pancasila serta Undang-undang Dasar untuk sampai pada tahap berdaulat dalam politik, berdikari dibidang ekonomi dan kepribadian dalam kebudayaan berjalan dengan baik.

Founding father juga merumuskan tujuan negara dengan sangat jelas, yang disebutkan dalam pembukaan Undang-undang Dasar yaitu menciptakan pemerintahan yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Tujuan negara yang luhur sepantasnya diaktualisasikan dalam tingkah laku pemerintah serta jajarannnya dalam penerapan kebijakan dengan hukum sebagai instrumen. Hukum sebagai instrumen akan cacat ketika para pembuat hukum dan pelaksana hukum adalah orang-orang yang tidak akuntabilitas dan tidak sesuai dengan yang diharapkan seperti yang tercermin dalam asas-asas pokok pemerintahan yang baik.

Kejanggalan Omnibus law

Pertama, Isu terbitnya Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker), telah menimbulkan konflik baru dalam masyarakat, bukan hanya bagi buruh yang merasa jaminan serta haknya dilucuti seperti pemberlakuan Cuti dan istirahat, Upah, Pasangon, Jaminan Sosial, serta PHK yang kesemuanya di beberapa poinnya malah merugikan.

Bagi mahasiswa dan masyarakat luas yang merasa memilki kewajiban moral untuk menyuarakan pikiran serta isi hati merasa terdzolimi oleh Pemerintah serta DPR dalam proses pengesahannya yang dilakukannya pada tanggal 5 Oktober 2020, di suasa Covid-19 yang mestinya Pemerintah dan DPR mengutamakan kesehatan masyarakat bukan malah mengesahkan RUU Ciptaker yang urgensinya tidak ada.

Kemudian materi undang-undang yang dianggap lebih Pro pada investor sangat menyakiti masyarakat terdampak seperti buruh dan masyarakat adat nantinya, dalam Naskah Akademik RUU Ciptaker investasi dikembalikan ke teori pertumbuhan Solow-Swan pada tahun 50-an bahwa Investasi dipercaya sebagai faktor pertumbuhan, sedangkan di beberapa negara yang maju ekonominya menempatkan human capital dan inovasilah yang menjadi penentu pertumbuhan ekonomi, sangat disayangkan keadaaan ini terjadi di Indonesia.

Kedua, Indonesia mempunyai aturan pembuatan perundang-undangan yang telah diatur dalam UU No 12 tahun 2011, tapi yang banyak aturan dalam pasal tersebut tidak dipatuhi oleh Pemerintah dan DPR dalam proses penyusunan RUU Ciptaker, dari tahap penulisan naskah akademik hingga tahap pengesahan yang terjadi pada 5 Oktober 2020, kemaren. Walaupun RUU Ciptaker secara teori perundang-undangan menggunakan metode omnibus law yang tidak sama dengan yang dianut Indonesia tapi bukan serta merta Pemerintah dan DPR mengabaikan UU No 12 Tahun 2011 sebagai instrumen tersebut.

Dengan tidak tunduknya pemerintah terhadap UU No 12 tahun 2011, yang dulunya mereka sepakati Bersama menimbulkan prasangka bahwa kedua Lembaga tersebut sebenarnya tidak sungguh-sungguh menjalakan tugasnya yang diberikan oleh Undang-undang Dasar.

Ketiga, minimnya keterbukaan pemerintah atas yang sebenarnya terjadi dengan pengesahan undang-undang tersebut. Keadaan ini sangat dirasakan betul oleh kawan buruh, mahasiswa serta masyarakat luas ketika mereka menyampaikan aspirasi dimuka umum, atas pengesahan yang dilakukan oleh Pemerintah dan DPR atas UU Ciptaker. Mengacu pada RUU yang baru disahkan, Jokowi malah menyatakan diketerangan Persnya menyebut “saya melihat adanya unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja yang dasarnya dilatar belakangi oleh disinformasi mengenai subtansi UU ini dan hoax di medsos”.

Sehingga kawan-kawan buruh, mahasiswa dan masyarakat merasa bingung, penyebar Hoax sebenarnya siapa di keterangan yang dipublikasikan di website Menko Perekonomian yang diupload pada 7 Mei 2020 RUU Ciptaker berisi 1028 halaman, kemudian informasi yang beredar pasca pengesahan pada 5 Oktober 2020 RUU Cipta kerja dengan ketebalan 905 Halaman. Menurut sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar yang dikutip di Media Indonesia menyebutkan bahwa RUU yang dalam paripurna adalah 905 Halaman kemudian setelah diperbaiki format, spasi serta hurufnya menjadi 1035 halaman. Kemudian dalam konfrensi yang dilakukan oleh DPR RI yang diwakili oleh M. Aziz syamsuddin pada tanggal 12 Oktober 2020 bahwa Undang-undang tersebut ternyata ada 812 halaman.

Dari sini sangat jelas ada ketidak sinkronan data RUU Ciptaker antara Pemerintah dan DPR dalam rangka menjelaskan pada publik atas informasi RUU Ciptaker. Pernyataan Jokowi atas Hoax yang terjadi di medsos menjadi blunder karena nyatanya pemerintah sendiri tidak jelas juga atas RUU Ciptaker yang sebenarnya.

Dari hal ini masihkah kita harus mendukung pemerintah untuk menerima RUU Ciptaker agar diterapkan di Indonesia sedangkan RUU ini sangat merugikan nasib buruh, serta mencederai kepercayaan mahasiswa serta masyarakat pada pemerintah dan DPR sebagai Lembaga yang diberikan kewenangan oleh Undang-undang Dasar untuk menciptakan kesejahteraan.

Moh ainul yakin

Divisi jurnalistik


KMB V DPW IMABA Yogyakarta

KMB V DPW IMABA Yogyakarta

Upacara Pembukaan KMB V (Kaderisasi Mahasiswa Bata-Bata yang ke-5)


Yogyakarta- DPW IMABA Yogyakarta kembali mengadakan kaderisasi  tingkat formal  atau yang disebut dengan KMB V ( Kaderisasi Mahasiswa Bata-Bata Yang ke- 5) dengan tema “Membentuk Anggota Yang Beradab, Berintelektual, serta Berjiwa sosial.” Kegiatan tersebut berlangsung pada tanggal 10 Oktober 2020 dan dilaksanakan di PKBM Bina Karya Yogyakarta, kec.Piyungan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Acara tersebut berlangsung selama dua hari satu malam, dengan berbagai materi yang disampaikan, seperti ke-IMABA-an, kepemimpinan, manajemen organisasi, kebangsaan dan teknik lobi dan sidang. Sesudah materi disampaikan, dilanjutkan dengan FGD (Forum Group Discussion).

Ketua panitia KMB V, yakni teretan Samhaji menyampaikan “KMB adalah  acara yang sakral di IMABA, dan mengharapkan kepada anggota KMB V untuk terus semangat dalam menjalani kegiatan kaderisasi formal ini.” 

Di lanjutkan Koordinator Wilayah IMABA Yogyakarta yakni Taretan Miftahul Arifin menyampaikan, khususnya ke anggota IMABA KMB V, “Berharap Taretan IMABA yang mengikuti kegiatan ini dapat membuahkan  hasil sesuai dengan apa yang diharapkan panitia, yakni Beradab, Berintelektual, Serta Berjiwa Sosial.” Ujarnya 

Di lain pihak, taretan Ahmad Faruq shaleh selaku perwakilan DPP IMABA, sangat mengapresiasi upacara pembukaan kegiatan KMB V kali ini, bahkan bisa dibilang pembukaan yang luar biasa dari sebelumnya. Beliau juga menyampaikan pesannya ketua DPP IMABA yakni Taretan Abd Hamid , yang kebetulan tidak bisa hadir, karna mempunyai agenda yang tidak bisa ditinggal beliau berpesan tiga hal Pertama permohonan maaf atas ketidakhadirannya, kedua, kepada anggota IMABA KMB V tetap semangat dan jangan Sampai kendor dalam ber IMABA dan berorganisasi walaupun dalam masa pandemi, dan yang ketiga tetap jaga solidaritas.” Pesannya”

KMB V bukan cuma sekedar kaderisasi mahasiswa baru tapi, juga bentuk solidaritas dengan sesama anggota dan kepanitian IMABA Yogyakarta agar dapat memenuhi falsafah IMABA yakni religius, akademis dan transformatif. 

Redaksi 

Oleh; Divisi Jurnalistik IMABA Yogyakarta