Kompleksitas Masalah Politik, Korupsi dan Penegakan Hukum di Negara INDONESIA

Kompleksitas Masalah Politik, Korupsi dan Penegakan Hukum di Negara INDONESIA

Penulis: Ainur Rohman

Ilustrasi negri para penipu [steemkr/muzammilrusli]



Negeriku Negeri Para Penipu.

Terkenal kesegala penjuru

Tentu saja bagi yang tak tahu malu

Inilah sorga sorganya sorga

Negeriku Negeriku

Begitu bunyi petikan lirik lagu yang dibuat dan dinyanyikan seorang musisi legendaris Indonesia Iwan Fals. Beliau adalah salah satu musisi yang terkenal berani dalam mengkritik pemerintah lewat syair-syair lagunya. oleh sebab itu beliau bukan hanya terkenal sebagai musisi namun juga terkenal sebagai kritikus pemerintah yang disalurkan lewat lagu-lagu ciptaannya. Dari beberapa potong lirik lagu Iwan Fals tadi, bisa diartikan bahwa Iwan Fals sedang meratapi nasip negerinya yang semakin hari semakin di isi oleh para pejabat pemerintah yang sukannya menipu dan membohongi rakyat.

Sudah menjadi fenomena lumrah bagi rakyat Indonesia ketika menjelang pemilu, akan banyak politikus yang sok-soan bersikap dermawan serta memberi perhatian lebih kepada rakyat, dengan berjanji begini dan begitu untuk mendapatkan perhatian dari rakyat sehingga jalan politiknya tercapai. namun itu hanya terjadi saat menjelang pemilu, lalu setelah pemilu mereka bagaimana? Jawabannya banyak dari mereka seakan lupa atas tugas dan wewenang apalagi pada janji yang mereka buat sebelum pemilu serta gambaran kedermawanan hilang tanpa jejak dan kemudian malah mereka satu-persatu berjajar dengan baju orange KPK terkena oprasi tangkap tangan korupsi.

Politikus dengan keadaan korupsi di Indonesia seperti mata uang, walaupun tidak semua politikus melakukan korupsi tapi fonomena korupsi bagi politikus merupakan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dengan banyaknya kebijakan yang tidak tepat, serta dengan fonemena ini banyak para pejabat negara yang dalam penindakannya tidak jelas ujungnya Seperti kasus korupsi bank Century yang dilakukan oleh Budy Mulya telah menyebabkan kerugian Negara mencapai Rp 8.012.221.000.000;. Angka yang sangat besar bagi kerugian Negara. Namun kasus ini masih belum juga terselesaikan dan masih mandek di meja KPK.

Selain itu, fenomena yang tak kalah biasanya di Indonesia denga isu-isu korupsi, yaitu isu ketidak adilan hukum. Isu ini juga sering terjadi dan stetmen bahawa “Hukum Indonesia hanya berlaku bagi kaum bawah dan tidak berlaku bagi kaum atas dan elit politik” atau istilahnya Hukum Indonesia itu tumpul ke atas dan tajam kebawah, .seringkali bergulir karena fakta yang terjadi di lapangan emang demikian.

Salah satu fenomena dari istilah hukum Indonesia “Tumpul ke atas dan runcing kebawah” adalah penegakan hukum pada seorangn nenek tua yang berusia 67 tahun yang biasa di sebut Nenek Asyani. dia dituduh telah mencuri balok kayu jati di lahan perhutanan di desa Jatibanteng, Situbondo. dia divonis satu tahun penjara. Sementara itu ada beberapa tindak pidana kasus korupsi yang dilakukan oleh Heru Wahyudi yang sudah nyata mennyebabkan kerugian pada Negara sebesar 31 miliar hanya divonis dengan satu tahu enam bulan penjara. Hal ini sangat jauh berbeda dengan tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum delapan tahun enam bulan penjara. Peristiwa tersebut membuktikan bahwa hukum sudah dikuasai oleh para orang yang ber uang sehingga mampu membuat hakim tega memanipulasi hukum dan mengorbankan profsionalitasnnya sebagai seorang pengacara atau hakim dengan imbalan segepok uang.

Sebagian potret kehidupan bernegara di Indonesia yang diuraikan di atas hanya sebagian kecil dengan Indonesia yang memiliki kompleksitas dari keberagaman dari aspek agama, suku, budaya, dan Bahasa. Maka tidak heran sering kali terjadi konflik interest antar masyarakat Indonesia ini.


                

Di Ujung Persimpangan

Di Ujung Persimpangan

Penulis: Zairiyah

Ilustrasi di ujung persimpangan [pixabay/jplineo]







Engkau adalah tunggu yang membuat Rindu
Perihal senyum yang mencipta Candu,
Tentang rangkaian kata indah yang sering kau bisikkan padaku
Hingga hati kau luluh lantakkan

Kau ku anggap pelipur Lara
Nyatanya kau pencipta Luka
Dikau adalah cerita yang tak kunjung Usai
Dalam rasa kau terus Menyemai

Kau Fiksi yang ku anggap Fakta
Juga ku anggap benar adanya,
Pada nyata kau hanya Ilusi
Yang menciptakan Rasa sepi

Engkau adalah Nanti yang tak berujung Pasti
Perihal janji yang kau ingkari
Pada hati yang terus tersakiti
Enggan untuk percaya lagi

Yogyakarta 28-11-2020

Titik Nadir keberagamaan Masyarakat Indonesia

Titik Nadir keberagamaan Masyarakat Indonesia

Penulis: Yaqin Mdr
Ilustrasi keberagamaan masyarakat [kulkulbali.com]


Agama merupakan ajaran yang dalam prateknya menjadi pedoman berprilaku manusia dengan dirinya sendiri, sesama manusia, alam dan Tuhan. Meskipun agama khususnya di Indonesia berbeda-beda tapi ada hal yang universal dalam ajarannya yaitu, penganjuran berbuat baik dalam rangka harmoni dalam kehidupan sosial masyarakat serta kepercayaan terhadap hari pembalasan setelah kematian.

Kesamaan Ajaran Agama diatas juga diperluas dengan prinsip ajaran agama yang memberikan kewajiban terhadap penganut agama lain, dengan kewajiban pembatasan maksudnya kewajiban pelaksanaan ajaran agama dilaksanakan setelah masuk agama tersebut. Hal ini di perkuat dengan perbedaan dalam agama bukan berarti tuhannpun berbeda melainkan kepercayaan terhadap tuhan hanya satu Tuhan yaitu Tuhan Yang Maha Esa.

Kesamaan dalam bertuhan tidak serta merta menunjukkan masyarakat Indonesia dalam pelaksanaan hubungan antar umat agama mulus banyak terjadi praktek pengkafir-kafiran seperti yang terjadi pada saat salah satu tokoh menyebut bahwa tokoh agama lainnya kafir karena berbeda pendapat dengan dirinya atau fenomena pernyataan atas pengistilahan non-islam atau kafir dalam salah kitab suci yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan baik-baik bahwa kita adalah kafir bagi umat agama lain dan umat agama lain adalah kafir bagi kita yang berbeda agama, fenomena pembatasan pelaksanaan Ibadah terhadap agama tertentu dengan mempersulit izin pendirian Gereja seperti yang terjadi di salah satu daerah di Yogyakarta atau pengrusakan salah satu masjid di Bandung, serta melakukan penghasutan untuk melakukan tindakan yang menyebabkan kerugian terhadap masyarakat lainnya seperti yang terjadi konflik antar agama di Maluku dan kasus penyerangan terhadap Pastor Karl Edmund Prier di Gereja Santa Lidwina, Sleman, Yogyakarta serta penyerangan terhadap KH Umar Bisri, pimpinan Ponpes Al-Hidayah Bandung.

Keadaan seperti ini menjadi catatan yang serius untuk ditelaah kembali dan menjadi bahan refleksi keberagamaan masyarakat Indonesia, apakah benar kegiatan diatas yang menyebabkan kerugian terhadap orang lain adalah bagian dari ajaran agama di Indonesia ? atau Pancasila yang dalam pandangan Soekarno didalamnya terdapat nilai gotong royong udah hilang dalam masyarakat Indonesia ?.

Pertanyaan mungkin akan masih terus berlanjut dengan berjalannya keadaan serta klaim-klaim semu dari salah satu pihak yang menyebut dirinya adalah orang yang paling taat beragama yang dalam kajian Psikologis kaitannya body shaiming faktor dari adanya klaim-klaim semu tersebut biasanya terjadi karena ketidak percayaan dirinya sendiri dalam beragama sehingga menginginkan orang lain ikut melaksanakan keagamaan dirinya yang metode yang tidak dapat dibenarkan.
Bukankah dengan dibukannya Demokrasi dan dilindunginya melaksanakan peribadatan menjadi alternatif bagi pengembangan keagamaan yang baik bagi pemeluknya. Mengapa malah mundur pada masa jahiliah dimana kita mengenal prilaku Fir’au yang dengan pasukan tempur terbaiknya memerintahkan mengejar Musa untuk dibunuh karena tidak mempercayai bahwa Fir’au itu tuhan, Raja Herodes yang sangat ingin membunuh Isa putra Maryam ditiang salib, serta kisah Muhammad utusan Allah yang harus hijrah dari kota kelahirannya ke Madinah karena di halang-halangi oleh pamannya sendiri untuk beribadah dengan ancaman dibunuh.

Dari keadaan yang telah diuraikan diatas, kita sebagai masyarakat yang masih mempercayai bahwa memanusiakan manusia adalah hal yang paling utama serta pelaksanaan nilai Pancasila yang kita yakini Bersama bahwa itu bagian warisan leluhur kita maka sudah sepatutnya kita menjaga keberagaman dengan toleransi seperti yang pernah di ucapkan oleh nabi Muhammad ketika diminta untuk masuk agama masyarakat Qura’is “agamamu adalah agamamu, agamaku adalah agamaku”.