Kompleksitas Masalah Politik, Korupsi dan Penegakan Hukum di Negara INDONESIA

Kompleksitas Masalah Politik, Korupsi dan Penegakan Hukum di Negara INDONESIA

Penulis: Ainur Rohman

Ilustrasi negri para penipu [steemkr/muzammilrusli]



Negeriku Negeri Para Penipu.

Terkenal kesegala penjuru

Tentu saja bagi yang tak tahu malu

Inilah sorga sorganya sorga

Negeriku Negeriku

Begitu bunyi petikan lirik lagu yang dibuat dan dinyanyikan seorang musisi legendaris Indonesia Iwan Fals. Beliau adalah salah satu musisi yang terkenal berani dalam mengkritik pemerintah lewat syair-syair lagunya. oleh sebab itu beliau bukan hanya terkenal sebagai musisi namun juga terkenal sebagai kritikus pemerintah yang disalurkan lewat lagu-lagu ciptaannya. Dari beberapa potong lirik lagu Iwan Fals tadi, bisa diartikan bahwa Iwan Fals sedang meratapi nasip negerinya yang semakin hari semakin di isi oleh para pejabat pemerintah yang sukannya menipu dan membohongi rakyat.

Sudah menjadi fenomena lumrah bagi rakyat Indonesia ketika menjelang pemilu, akan banyak politikus yang sok-soan bersikap dermawan serta memberi perhatian lebih kepada rakyat, dengan berjanji begini dan begitu untuk mendapatkan perhatian dari rakyat sehingga jalan politiknya tercapai. namun itu hanya terjadi saat menjelang pemilu, lalu setelah pemilu mereka bagaimana? Jawabannya banyak dari mereka seakan lupa atas tugas dan wewenang apalagi pada janji yang mereka buat sebelum pemilu serta gambaran kedermawanan hilang tanpa jejak dan kemudian malah mereka satu-persatu berjajar dengan baju orange KPK terkena oprasi tangkap tangan korupsi.

Politikus dengan keadaan korupsi di Indonesia seperti mata uang, walaupun tidak semua politikus melakukan korupsi tapi fonomena korupsi bagi politikus merupakan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dengan banyaknya kebijakan yang tidak tepat, serta dengan fonemena ini banyak para pejabat negara yang dalam penindakannya tidak jelas ujungnya Seperti kasus korupsi bank Century yang dilakukan oleh Budy Mulya telah menyebabkan kerugian Negara mencapai Rp 8.012.221.000.000;. Angka yang sangat besar bagi kerugian Negara. Namun kasus ini masih belum juga terselesaikan dan masih mandek di meja KPK.

Selain itu, fenomena yang tak kalah biasanya di Indonesia denga isu-isu korupsi, yaitu isu ketidak adilan hukum. Isu ini juga sering terjadi dan stetmen bahawa “Hukum Indonesia hanya berlaku bagi kaum bawah dan tidak berlaku bagi kaum atas dan elit politik” atau istilahnya Hukum Indonesia itu tumpul ke atas dan tajam kebawah, .seringkali bergulir karena fakta yang terjadi di lapangan emang demikian.

Salah satu fenomena dari istilah hukum Indonesia “Tumpul ke atas dan runcing kebawah” adalah penegakan hukum pada seorangn nenek tua yang berusia 67 tahun yang biasa di sebut Nenek Asyani. dia dituduh telah mencuri balok kayu jati di lahan perhutanan di desa Jatibanteng, Situbondo. dia divonis satu tahun penjara. Sementara itu ada beberapa tindak pidana kasus korupsi yang dilakukan oleh Heru Wahyudi yang sudah nyata mennyebabkan kerugian pada Negara sebesar 31 miliar hanya divonis dengan satu tahu enam bulan penjara. Hal ini sangat jauh berbeda dengan tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum delapan tahun enam bulan penjara. Peristiwa tersebut membuktikan bahwa hukum sudah dikuasai oleh para orang yang ber uang sehingga mampu membuat hakim tega memanipulasi hukum dan mengorbankan profsionalitasnnya sebagai seorang pengacara atau hakim dengan imbalan segepok uang.

Sebagian potret kehidupan bernegara di Indonesia yang diuraikan di atas hanya sebagian kecil dengan Indonesia yang memiliki kompleksitas dari keberagaman dari aspek agama, suku, budaya, dan Bahasa. Maka tidak heran sering kali terjadi konflik interest antar masyarakat Indonesia ini.


                

Titik Nadir keberagamaan Masyarakat Indonesia

Titik Nadir keberagamaan Masyarakat Indonesia

Penulis: Yaqin Mdr
Ilustrasi keberagamaan masyarakat [kulkulbali.com]


Agama merupakan ajaran yang dalam prateknya menjadi pedoman berprilaku manusia dengan dirinya sendiri, sesama manusia, alam dan Tuhan. Meskipun agama khususnya di Indonesia berbeda-beda tapi ada hal yang universal dalam ajarannya yaitu, penganjuran berbuat baik dalam rangka harmoni dalam kehidupan sosial masyarakat serta kepercayaan terhadap hari pembalasan setelah kematian.

Kesamaan Ajaran Agama diatas juga diperluas dengan prinsip ajaran agama yang memberikan kewajiban terhadap penganut agama lain, dengan kewajiban pembatasan maksudnya kewajiban pelaksanaan ajaran agama dilaksanakan setelah masuk agama tersebut. Hal ini di perkuat dengan perbedaan dalam agama bukan berarti tuhannpun berbeda melainkan kepercayaan terhadap tuhan hanya satu Tuhan yaitu Tuhan Yang Maha Esa.

Kesamaan dalam bertuhan tidak serta merta menunjukkan masyarakat Indonesia dalam pelaksanaan hubungan antar umat agama mulus banyak terjadi praktek pengkafir-kafiran seperti yang terjadi pada saat salah satu tokoh menyebut bahwa tokoh agama lainnya kafir karena berbeda pendapat dengan dirinya atau fenomena pernyataan atas pengistilahan non-islam atau kafir dalam salah kitab suci yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan baik-baik bahwa kita adalah kafir bagi umat agama lain dan umat agama lain adalah kafir bagi kita yang berbeda agama, fenomena pembatasan pelaksanaan Ibadah terhadap agama tertentu dengan mempersulit izin pendirian Gereja seperti yang terjadi di salah satu daerah di Yogyakarta atau pengrusakan salah satu masjid di Bandung, serta melakukan penghasutan untuk melakukan tindakan yang menyebabkan kerugian terhadap masyarakat lainnya seperti yang terjadi konflik antar agama di Maluku dan kasus penyerangan terhadap Pastor Karl Edmund Prier di Gereja Santa Lidwina, Sleman, Yogyakarta serta penyerangan terhadap KH Umar Bisri, pimpinan Ponpes Al-Hidayah Bandung.

Keadaan seperti ini menjadi catatan yang serius untuk ditelaah kembali dan menjadi bahan refleksi keberagamaan masyarakat Indonesia, apakah benar kegiatan diatas yang menyebabkan kerugian terhadap orang lain adalah bagian dari ajaran agama di Indonesia ? atau Pancasila yang dalam pandangan Soekarno didalamnya terdapat nilai gotong royong udah hilang dalam masyarakat Indonesia ?.

Pertanyaan mungkin akan masih terus berlanjut dengan berjalannya keadaan serta klaim-klaim semu dari salah satu pihak yang menyebut dirinya adalah orang yang paling taat beragama yang dalam kajian Psikologis kaitannya body shaiming faktor dari adanya klaim-klaim semu tersebut biasanya terjadi karena ketidak percayaan dirinya sendiri dalam beragama sehingga menginginkan orang lain ikut melaksanakan keagamaan dirinya yang metode yang tidak dapat dibenarkan.
Bukankah dengan dibukannya Demokrasi dan dilindunginya melaksanakan peribadatan menjadi alternatif bagi pengembangan keagamaan yang baik bagi pemeluknya. Mengapa malah mundur pada masa jahiliah dimana kita mengenal prilaku Fir’au yang dengan pasukan tempur terbaiknya memerintahkan mengejar Musa untuk dibunuh karena tidak mempercayai bahwa Fir’au itu tuhan, Raja Herodes yang sangat ingin membunuh Isa putra Maryam ditiang salib, serta kisah Muhammad utusan Allah yang harus hijrah dari kota kelahirannya ke Madinah karena di halang-halangi oleh pamannya sendiri untuk beribadah dengan ancaman dibunuh.

Dari keadaan yang telah diuraikan diatas, kita sebagai masyarakat yang masih mempercayai bahwa memanusiakan manusia adalah hal yang paling utama serta pelaksanaan nilai Pancasila yang kita yakini Bersama bahwa itu bagian warisan leluhur kita maka sudah sepatutnya kita menjaga keberagaman dengan toleransi seperti yang pernah di ucapkan oleh nabi Muhammad ketika diminta untuk masuk agama masyarakat Qura’is “agamamu adalah agamamu, agamaku adalah agamaku”. 

Maulid Nabi Muhammad SAW, Dilihat Dari Pramagtisme John Dewey

Maulid Nabi Muhammad SAW, Dilihat Dari Pramagtisme John Dewey

Penulis: Abd. Shamat

Maulid nabi muhammad SAW [id.pngtree.com]









Pada bulan Rabiul Awal tanggal 12, tahun Gajah. Bertepatan pada 20 April 571.M merupakan hari dimana Nabi umat Islam lahir, peran dan kontribusi nyata, baik yang berkaitan dengan tatanan sosial seperti penghapusan perbudakan, masih dapat kita rasakan sampai sekarang ini. Tidak ayal bagi kita umat Muslim merayakan kelahirannya, sebagai momentum awal meluapkan rasa cinta dan syukur pada sang cipta, karena sudah menciptakan dan mengutus Nabi Muhammad SAW. sebagai antitesa dari kehidupan yang sudah tidak bermoral. 

Dalam tulisan ini kami akan mencoba membahas “ Merayakan Maulid Nabi” melalu pisau analisis filsafat pragmatisme. Sehingga akan mucul beberapa pertanyaan, kenapa hari kelahiran Nabi Muhammad dirayakan? Apakah perlu merayakannya? Atau hanya pemenuhan hasrat kewajiban sosial, yang sebenarnya tidak wajib tapi toh selayaknya dilakukan. Beberapa problematika itulah yang coba kami jelaskan dalam tulisan singkat ini. 

a. Mengenal Wajah Pragmatisme.

Sebelum lebih jauh pembahasan ini, saya akan coba sedikit menjelaskan pisau yang akan digunakan, sebab ketika kita salah memahami dan menggunakan pisau, akan berakibat pada hasil yang akan kita peroleh, semisal pisau untuk membelah roti, tapi kita gunakan untuk menyembelih ayam. 

Kata pragmatisme berasal dari kata Yunani fragma yang mempunyai arti tindakan atau perbuatan, sehingga pragmatisme merupakan aliran filsafat yang mempunyai pandangan bahwa kebenaran adalah segala sesuatu yang membuktikan darinya sebagai yang benar dengan melihat pada akibat dan hasil yang bermanfaat secara pragmatis, faham ini berangkat dari logika pengamatan, dimana manusia, fakta individual terpisah dari satu dengan yang lain, sehingga dunia tampil apa adanya dan semua perbedaan diterima begitu saja. 

Teori pragmatisme sendiri menekankan pada fungsi (John Hospers,43:1999) yang dapat dirasakan secara kongkrit oleh yang mengamati. Apalah daya suatu mobil dengan segala kerumitannya, ketika tidak bisa berjalan, sebab subtansitas dari mobil ketika berjalan. Apa gunanya pula ketika kita menyatakan makhluk yang paling rindu dan cinta pada Nabi Muhammad, ketika membacakan shalawat dan merayakan kelahirannya saja enggan. 

b. Bentuk Nyata Kecinta-an Pada Nabi Muhammad SAW

Perayaan kelahiran Nabi Muhammad merupakan manifestasi nyata yang dimiliki oleh seorang muslim dalam mencintai Nabi Muhammad, sehingga tidak ayal bagi indivudu masyarakat yang mencintai Nabi merayakan hari kelahirannya dengan ragam kepercayaan yang dimilikinya, seperti membaca shalawat sembari membeli buah untuk disedekahkan. Meski pada dasarnya Islam sendiri tidak pernah memberikan bantuk hukum yang nyata bagi yang merayakan kelahiran Nabi Muhammad. 

Dalam hal ini saya akan mecoba mensintesiskan antara perayaan kelahiran Nabi dengan cinta, mengapa dengan cinta? Sebab cinta sendiri mengandung dua unsur. Pertama, sedalam apapun faham atau ucapan mengenai cinta itu tidak akan ada artinya kecuali ditransindenkan supaya dapat dirasakan kehadirannya. Kedua, cinta akan terus tubuh, seperti halnya teori pragmatisme yang akan terus berbenah diri, John Dewey pernah mangatakan bahwa yang paling penting dalam suatu perbuatan atau tindakan mempunyai peran nyata bagi kehidupan kemanusiaan (Harun Hadiwijono,1980: 130) wujud perayaan merupakan bentuk nyata dari rasa cinta terhadap Nabi Muhammad SAW. 

Adanya perayaan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Sebagai jembatan penghubung antara rasa cinta yang dimiliki umat Muslim dengan Nabi Muhammad sendiri. Paham pragmatisme yang selalu menekankan pada fungsi, pelayanan dan kegunaan, termanifestasi nyata dalam bentuk perayaan pada kelahiran Nabi. Saat kamu mengatakan cinta saat itu pula kamu harus tahu pada setiap sudut apa yang kamu cintai, mulai dari perjalanan hidupnya sampai sosial kultural yang mempengaruhinya, jika cenderung kamu tidak mengetahui satu hal pun tentangnya sama saja seperti seekor sapi yang berkata ia bisa menyelamatkan teman- temannya sebelum menjadi kornet atau daging panggang. wallahu taala a’lam 



Buruh, Mahasiswa, Rakyat Dilema Parodi Pembuatan UU Cipta Kerja

Buruh, Mahasiswa, Rakyat Dilema Parodi Pembuatan UU Cipta Kerja

 


Founding Father Indonesia dalam merumuskan Pancasila serta Undang-undang Dasar kala itu, menggali dari keadaan masyarakat Indonesia yang dimiskinkan dan diperbudak oleh kapitalisme dan kolonialisme penjajah yang merampok bumi Indonesia. Sehingga arah perjuangan mereka yang diaktualisasikan dengan Pancasila serta Undang-undang Dasar untuk sampai pada tahap berdaulat dalam politik, berdikari dibidang ekonomi dan kepribadian dalam kebudayaan berjalan dengan baik.

Founding father juga merumuskan tujuan negara dengan sangat jelas, yang disebutkan dalam pembukaan Undang-undang Dasar yaitu menciptakan pemerintahan yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Tujuan negara yang luhur sepantasnya diaktualisasikan dalam tingkah laku pemerintah serta jajarannnya dalam penerapan kebijakan dengan hukum sebagai instrumen. Hukum sebagai instrumen akan cacat ketika para pembuat hukum dan pelaksana hukum adalah orang-orang yang tidak akuntabilitas dan tidak sesuai dengan yang diharapkan seperti yang tercermin dalam asas-asas pokok pemerintahan yang baik.

Kejanggalan Omnibus law

Pertama, Isu terbitnya Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker), telah menimbulkan konflik baru dalam masyarakat, bukan hanya bagi buruh yang merasa jaminan serta haknya dilucuti seperti pemberlakuan Cuti dan istirahat, Upah, Pasangon, Jaminan Sosial, serta PHK yang kesemuanya di beberapa poinnya malah merugikan.

Bagi mahasiswa dan masyarakat luas yang merasa memilki kewajiban moral untuk menyuarakan pikiran serta isi hati merasa terdzolimi oleh Pemerintah serta DPR dalam proses pengesahannya yang dilakukannya pada tanggal 5 Oktober 2020, di suasa Covid-19 yang mestinya Pemerintah dan DPR mengutamakan kesehatan masyarakat bukan malah mengesahkan RUU Ciptaker yang urgensinya tidak ada.

Kemudian materi undang-undang yang dianggap lebih Pro pada investor sangat menyakiti masyarakat terdampak seperti buruh dan masyarakat adat nantinya, dalam Naskah Akademik RUU Ciptaker investasi dikembalikan ke teori pertumbuhan Solow-Swan pada tahun 50-an bahwa Investasi dipercaya sebagai faktor pertumbuhan, sedangkan di beberapa negara yang maju ekonominya menempatkan human capital dan inovasilah yang menjadi penentu pertumbuhan ekonomi, sangat disayangkan keadaaan ini terjadi di Indonesia.

Kedua, Indonesia mempunyai aturan pembuatan perundang-undangan yang telah diatur dalam UU No 12 tahun 2011, tapi yang banyak aturan dalam pasal tersebut tidak dipatuhi oleh Pemerintah dan DPR dalam proses penyusunan RUU Ciptaker, dari tahap penulisan naskah akademik hingga tahap pengesahan yang terjadi pada 5 Oktober 2020, kemaren. Walaupun RUU Ciptaker secara teori perundang-undangan menggunakan metode omnibus law yang tidak sama dengan yang dianut Indonesia tapi bukan serta merta Pemerintah dan DPR mengabaikan UU No 12 Tahun 2011 sebagai instrumen tersebut.

Dengan tidak tunduknya pemerintah terhadap UU No 12 tahun 2011, yang dulunya mereka sepakati Bersama menimbulkan prasangka bahwa kedua Lembaga tersebut sebenarnya tidak sungguh-sungguh menjalakan tugasnya yang diberikan oleh Undang-undang Dasar.

Ketiga, minimnya keterbukaan pemerintah atas yang sebenarnya terjadi dengan pengesahan undang-undang tersebut. Keadaan ini sangat dirasakan betul oleh kawan buruh, mahasiswa serta masyarakat luas ketika mereka menyampaikan aspirasi dimuka umum, atas pengesahan yang dilakukan oleh Pemerintah dan DPR atas UU Ciptaker. Mengacu pada RUU yang baru disahkan, Jokowi malah menyatakan diketerangan Persnya menyebut “saya melihat adanya unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja yang dasarnya dilatar belakangi oleh disinformasi mengenai subtansi UU ini dan hoax di medsos”.

Sehingga kawan-kawan buruh, mahasiswa dan masyarakat merasa bingung, penyebar Hoax sebenarnya siapa di keterangan yang dipublikasikan di website Menko Perekonomian yang diupload pada 7 Mei 2020 RUU Ciptaker berisi 1028 halaman, kemudian informasi yang beredar pasca pengesahan pada 5 Oktober 2020 RUU Cipta kerja dengan ketebalan 905 Halaman. Menurut sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar yang dikutip di Media Indonesia menyebutkan bahwa RUU yang dalam paripurna adalah 905 Halaman kemudian setelah diperbaiki format, spasi serta hurufnya menjadi 1035 halaman. Kemudian dalam konfrensi yang dilakukan oleh DPR RI yang diwakili oleh M. Aziz syamsuddin pada tanggal 12 Oktober 2020 bahwa Undang-undang tersebut ternyata ada 812 halaman.

Dari sini sangat jelas ada ketidak sinkronan data RUU Ciptaker antara Pemerintah dan DPR dalam rangka menjelaskan pada publik atas informasi RUU Ciptaker. Pernyataan Jokowi atas Hoax yang terjadi di medsos menjadi blunder karena nyatanya pemerintah sendiri tidak jelas juga atas RUU Ciptaker yang sebenarnya.

Dari hal ini masihkah kita harus mendukung pemerintah untuk menerima RUU Ciptaker agar diterapkan di Indonesia sedangkan RUU ini sangat merugikan nasib buruh, serta mencederai kepercayaan mahasiswa serta masyarakat pada pemerintah dan DPR sebagai Lembaga yang diberikan kewenangan oleh Undang-undang Dasar untuk menciptakan kesejahteraan.

Moh ainul yakin

Divisi jurnalistik


Hidup cuma satu kali energi selamanya

Hidup cuma satu kali energi selamanya

 

"Tak ada yang menyadari bahwa sebagian orang menghabiskan energi yang sangat besar hanya untuk menjadi normal."

(Albert camus)

  Setiap mahluk hidup tidak bisa menghindar dari yang namanya energi, energi bahkan sudah menjadi bahan pokok dalam kehidupan manusia seperti halnya: air, nasi, angin dan semacamnya. Pada saat prasejarah manusia sudah menemukan energi meski cuman energi seadanya seperti halnya energi kayu bakar sebagai alat memasak, energi matahari sebagai alat untuk mengeringkan pakain atau mengeringkan sejenis makanan (ikan teri dan rumput laut).

     Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi yang mulai modern, manusia mulai  menemukan banyak energi seperti: minyak bumi, batubara, bio desel dan energi panas bumi yang sudah banyak di terapkan di indonesia salah satunya di daerah Dieng, Jawa Tengah. Batubara merupakan energi yang di gunakan untuk pembangkit listrik melalui uapnya. Pada abat ke-18 batubara yang bisa memperoduksi uap di gunakan sebagai alat penggerak mesin yang berada di industri-industri besar di kawasan Eropa, sehingga menjadi suatu hal yang baru di kehidupan manusia pada masa itu. 

   Sumber Energi batubara di gunakan sebagai sumber energi sejak zaman dahulu sampai sekarang. pada abad ke-19 mulailah minyak bumi di temukan pada zaman itu minyak bumi di gunakan sebagai alat penggerak generator yang  bisa menghasilkan energi primer untuk pemanas dan penerangan. Sehingga mulai sedikit menggantikan energi batubara.

Dengan adanya perkembangan teknologi yang semakin pesat khususnya di negara kita, pemamfaatan energi menunjukkan suatu hal bahwa kehidupan manusia tidak bisa di jauhkan dari energi, meski energi tersebut yang di gunakan bukanlah energi yang dapat di perbarukan, artinya suatu saat energi tersebut bakal habis. Kita sebagai manusia harus menjadi manusia yang kreatif dan inovatif untuk mencari energi yang dapat memenuhi semua manusia dan bisa bertahan lama sampai berakhirnya alam semesta ini.

Secara harfiyah, istilah energi berasal dari bahasa Yunani yaitu ergon, yang berarti “kerja”. Jadi, kalau difinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan kerja atau usaha. Dalam ilmu fisika, energi merupakan suatu besaran turunan dengan satuan N.m atau joule. Berdasarkan undang-undang yang tercantum di UUD negara kita Nomor 30 Tahun 2007 tentang energi, definisi energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja yang dapat berupa panas, cahaya, mekanik, kimia, dan elektromaknetik. Sumber energi berasal dari energi yang bisa menghasilkan energi baik itu berupa gerak maupun yang bisa merubah gelap menjadi terang (listrik dan cahaya).

Secara sederhana, energi salah Satu yang bisa membantu ke berlangsungan hidup kita, lebih-lebih di bidang perusahaan besar yang lebih dominan menggunakan tenaga mesin pasti membutuhkan banyak energi baik itu energi listrik, minyak bumi, atau batubara. Sebelum kita melengkah lebih jauh tentang energi kita harus tau bentuk-bentuk energi !. dari saking banyaknya energi di muka bumi ini ada beberapa energi yang harus lebih ketahui seperti halnya: 

     Energi kinetik, merupakan rumusan dari energi kecepatan seperti halnya kecepatan angin yang bisa menghasilkan energi listrik semakain kencang angin yang di rasakan makan semakin banyak pula energi yang bisa di hasilkan. Energi potensial, suatu energi yang tersimpan di dalam suatu energi seperti air yang mempunyai berat jenis suatu air.

 

“Jika ada kesalahan dari tulisan maupun yang lainnya mohon di maklumi karena saya cuman sebagai manusia yang tidak bisa di perbarukan tapi cuman bisa menemukan suatu yang baru atas izin-Nya”

Penulis; A. Rizky Wahyudi (Wakil koordinator DPW IMABA Yogyakarta)



Belajar seni mencintai dari Sun Tzu

Belajar seni mencintai dari Sun Tzu

 


Belajar seni mencintai dari Sun Tzu

"Cinta adalah perbuatan dharma dengan tanpa Pamrih apapun." ~Sun Tzu

 

Berbicara soal cinta, kita pasti di ingatkan dengan suatu waktu, tak kala ketika rasa menggebu-gebu menginginkan atau ingin memiliki seseorang yang dicintai.

Dalam tulisan ini saya akan menjelaskan atau memaparkan sebagian kecil dari buku Teguh Wangsa Gandhi HW yang berjudul " The Sun Tzun's Art of loving"

 

Sejak kecil Sun Tzu bernama Chen wu. Sun Tzu lahir di Negeri Qin, lahir di tengah keluarga militer yang bermarga Chen. Sejak kecil ia sangat akrab dengan Pendidikan maupun praktik perang. bahkan Sun Tzu bisa dibilang masa kecil nya sempurna ketimbang teman-temannya. Maka dari itu ia dengan mudah melewati masa muda nya tanpa banyak kesulitan dan beban.

 

Perjalanan Cinta Sun Tzu

 Dalam peristiwa busur (Pertumpahan Darah antara kerajaan) disitulah Cinta Sun Tzu dimulai, ketika keluarga Sun Tzu membatai habis-habisan seluruh keluarga kekasihnya, didepan mata dan kepalanya. Saat pembantaian terjadi ia bisa mengecoh ayahnya dan menyelematkan kekasihnya dari pertumpahan darah tersebut. Tapi Sayang disuatu kemudian hari Sun Tzu tidak bisa menyelamatkan kekasih nya dari kamatian sebab bunuh diri, karna dilema dan sakit hati yang mendalam.

Saat itulah sun Tzu menjadi pemurung, ia merasa bersalah atas apa yang menimpa sang kekasih beserta keluarga nya. Meskipun hidupnya serba berkecukupan bahkan lebih, luka tetap saja luka, sulit untuk disembuhkan, apalagi sang kekasih yang ia sangat Cinta pergi tuk selamanya.

Walau bagaimanapun waktu bukanlah obat yang mampu mampu membuat jiwa tersebuhkan dari luka. Waktun hanya mampu mengaburkan luka tidak begitu kentara. Akan tetapi dalam kenyataannya, luka tetap saja luka, yang pedihnya selalu menimbulkan derita. 'maka mati' begitu kata Sun Tzu "tetaplah mati"

Sun Tzu mengalami bentrokan batin yang kuat, sehingga ia memutuskan untuk mengembara. Dalam pengembaraannya ia banyak mendapatka pengalaman  hidup, dari berbagai desa yang ia lewati dalam pemgembaraan dan dalam pengasingan dirinya ia banyak merenungkan berbagai keluh-kesahnya seperti hidup yang dialami nya.

Selama dalam pengasingan, hal utama yang sun Tzu renungkan adalah tiga hal yang berkaitan dengan masa lalunya yakni kebenaran, dharma dan cinta. Tiga hal tersebut lekat sekali dingatan nya, karna sejak di usia muda ia sering mendengarkan dari Gurunya, yang berulang kali menjelaskan padanya.

Kenangan sun Tzu dan kakeknya terpintas di benak Sun Tzu saat Dulu kakenya bertanya tentang peletakan hidup " pada hal apa, engkau meletakkan hidup dan matimu..?

Lalu sun Tzu menjawab "Kakek, hidup manusia akan bermakna jika ia senantiasa meletakkan hidup dan matinya dalam tiga hal yang tidak bisa dipisah-pisah; yakni kebenaran, Dharma, dan cinta. Pada tiga hal inilah, hidup dan mati yang saya miliki, akan saya letakkan.

"Lalu apa yang kamu ketahui tentang kebenaran ?"

"Kebenaran adalah melihat sesuatu dengan apa adanya, tanpa menambah atau menguranginya."

"Lalu apa yang kamu ketahui tentang dharma?"

"Dharma adalah menjalankan tanggung jawab dan panggilan hidup sesuai ketetapan Langit dengan sebenarnya."

"Lantas apa yang kau ketahui tentang cinta?"

"Cinta adalah perbuatan dharma dengan tanpa pamrih apapun."

Begitulah Sun Tzu dengan cerdas nya menjawab pertanyaan sang kakek, sehingga kakeknya makin menyayangi Sun Tzu.

 

SUPRA

JURNALISTIK  DPW IMABA YOGYAKARTA

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA POLITIK DAN HUKUM DI NEGARA YANG BERDAULAT

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA POLITIK DAN HUKUM DI NEGARA YANG BERDAULAT

Oleh : Ali Sibro Mullisi dan ABD.Samat  (Pengurus DPW IMABA Yogyakarta)

Dewasa ini seringkali kita dikejutkan dengan beberapa fenomena tetang hukum, mulai dari proses terciptanya sebuah hukum samapi hukum sendiri itu ada, kerap kali konflik antara rakyat dengan pemirintah itu terjadi, sebab UU yang dibuat pemerintah tidak sejalan dengan kainginan rakayat pada umumnya. Maka dari hal tersebut penulis berisiatif untuk menganngkat judul ”Hubungan Kausalitas Antara Politik Dan Hukum” sehingga persaudaraan dalam bernegara masih tetap terjalin utuh, seperti apa yang diinginkan pahlawan bangsa ini.
Maka dari judul tersebut, kami sebagai penulis akan menjalaskan. Apa itu negara? hubungan negara dengan perpolitikan, dan dampak dari adanya negara itu sendiri. Negara terkadang dijadikan kambing hitam untuk memenuhi hasrat pemerintah memperoleh jabatan, kemulian dan harta, dari hal tersebut banyak rakyat yang tidak memperoleh hak dan manfaat dari adanya negara itu sendiri. Sehingga perlulah melihat kembali apa itu negara mulai pemikir klasik hingga modern, sehingga negara akan kembali sebagai mana mastinya negara itu dibentuk. Keterjaminan keamanan rakyat seabagai warga, manjadi puncak terciptanya sebuah negara, baik keterjaminan bahaya dari luar negara tersebut atau dari warga negara itu sendiri, sehingga dalam tulisan singkat ini akan menjelaskan hubungan internasional antar satu negara dengan negara yang lain.
Doktrin teokrasi tetang negara tumbuh pada zaman Plato atau sekitar abad ke-4 sebelum Masehi, dengan pola doktrin yang dibangun oleh kaum Sofis, seperti halnya negara diciptakan oleh dewa-dewi dan yang menjadi kaisar atau pemimpin harus keturunan dari dewa-dewi pula. Protagoras, seorang tokoh Sofis terkemuka mungungkapakan bahwa istilah negara timbul dari manusia itu sendiri, untuk menjaga serangan dari hewan buas dan menjaga kesetabilan sosial, dari kebutuhan akan sesamanya timbul istilah negara.
Pemikiran Plato tetang negara sangat terpengaruh oleh pemikiran Protagoras, namun Plato sendiri tidak hanya memfokuskan ketergangguan pada hal yang ada di luar manusia tapi juga ketergangguan dari manusia itu sendiri. Bagi Plato negara itu dibentuk oleh keterbatasan dan ketercapainya keinginan dari manusia, sehingga dia mengatakan, bahwa terbentuknya sesuatu negara dilatar belakangi oleh ketidak mempuan manusia hidup sendiri, kebutuhannya kepada orang lain untuk keberlangsungan kehidupannya, sehingga kerja sama itu sangat dibutuhkan untuk menutupi keterbatasan dan kekurangan dari setiap masing- masing individu manusia.
Dimasa sekarang ini konsep mengenai negara beralih fungsi, dari saling membutuhkan beralih bentuk menjadi saling memanfaatkan, sehingga yang lemah hanya menjadi bulan-bulanan untuk kepentingan kelompok yang menungganginnya. Maka dari itu perlulah konsep negara yang adil untuk memenuhi kebutuhan rakyat dan menjamin hak-hak rakyat, supaya konsep negara bisa kembali pada khittahnya sebagaimana mastinya negara itu dibentuk. Para pemikir klasik dan modern sangat kontrofersi mengenai terbentuknya suatu negara. Menurut Aristoteles, negara merupakan persekutuan dari keluarga dan desa guna memperoleh hidup yang sebaik-baiknya. Menurut Thomas Aquines, Negara merupakan lembaga sosial manusia yang paling tinggi dan luasang berfungsi menjamin manusia memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisiknya yang melampaui kemampuan lingkungan sosial lebih kecil sepeti desa dan kota. Terbentuknya sebuah negara atau kedaulatan pada hakikatnya sebuah kontrak atau perjanjian sosial, dalam istilah Hobbes covenant. Dalam perjanjian itu manusia atau individu secara sukarela menyerahkan hak-haknya serta kebebasannya kepada seorang penguasa negara atau dewan rakyat.
Republik merupakan bentuk negara paling baik, sebab rakyatlah yang memegang kedaulatan serta rakyat pula yang memberikan mandat serta legitimasi kepada orang yang dapat dipercaya oleh rakyat, untuk memegang pemerintahan. Di negara republik, semua orang harus mementingkan kebijakan demi terwujudnya kesejahtraan masyarakat, semua warga negara sama di mata hukum, tidak memandang jabatan atau derajat semua mempunya hak yang sama. Dalam melihat negara Max Weber mengungkapkan, bahwa negara berhak secara sah, untuk memonopoli kekerasan atau melakukan kekerasan. Di negara manapun, urusan kekerasan atau pemaksaan dianggap sebagai urusan negara, baik secara lagsung, dalam artian melalui agen-agen negara-polisi dan pengadilan. Namu pada sisi yang lain negara mempunyai tanggung jawab melindungi semua warga negara, dari kekerasan dan sebagainya yang bisa membahayakan.
Ketika perpolitikan mempunyai control membuat undang-undang. Haruslah mempunyai spekulasi yang pas, supaya produk yang dihasilkan bermanfaat bagi semua elmen masyarakat. Dalam hal ini Ibnu Bajjah memberikan tawaran membuat kebijakan di negara yang berdaulat, dengan membagi kebijakan menjadi dua bagian. Pertama kebijakan formal, kebijakan ini merupakan bawaan dari lahir yang masih belum terkonta minasi oleh kepentingan sosial, seperti punya sifat jujur dan tidak memanfaatkan orang lain. Kedua, kebijakan spekulatif, kebijakan ini didasarkan pada kemauan, sehingga, manfaat atau tidaknya itu tidak menjadi pertimbangan, yang terpenting keinginannya tercapai.

Hukum Sebagai Produk Politik.

Hukum pada hakikatnya mampu mengendalikan dan merekayasa perkembangan masyarakat termasuk kehidupan politiknya, sehingga fungsi hukum mampu menjamin ketertiban dan melindungi masyarakat akan lebih relevan, sebagai objek dari hukum itu sendiri. Akan tetapi kaum realis seperti Von Savigny mengungkapkan, seharusnya “hukum selalu berkembang searah dengan perkembangan masyarakat”. Dengan demikian hukum mau tidak mau harus independent variable, untuk selalu menyesuaikan kebutuhan rakyat, tidak punya pijakan yang pasti dan akan tercipta ketimpangan sosial, sebab rakyat yang menentukan produk hukum. Pada kenyataannya, hukum dilatar belakangi oleh konfigurasi politik, sepeti yang dikatakan oleh Satjpto Raharjo, kalau kita melihat hunbungan antara subsistem politik dan subsistem hukum, tampak bahwa politik memiliki peran besar terciptanya produk hukum. Keadaan politik dapat mempengaruhi produk hukum, misalnya, lahirnya UU No. 1 tahun 1974 (Tentang Perkawinan) dan UU No. 7 tahun 1989 (Tetang Peradilan Agama). Lahirnya UU Perkawinan disebabkan politik konflik dan saling curiga, antara negara dan agama, sedangkan UU No. 7 tahun 1989 negara dan agama melakukan akomodasi. Seperti yang dikatakan Afan Gaffar (1992) dalam tulisanya, pada tahun 1970 sampai akhir 1980 agama dan negara saling curiga dan menyebabkan konflik, sedangkan pada tahun 1980 sampai sekarang agama dan negara saling melakukan akomodasi. Dalam dua produk hukum di atas bisa kita fahami, struktur sosial politik yang berbeda, bisa mengakibatkan produk hukum yang berbeda pula, namun untuk mewujudkan atau mengimplementasikan hukum dalam sebuah negara yang berdaulat diperlukan beberapa poin, diantaranya sistem politik yang tidak hanya dikuasai oleh satu kekuasaan saja, keamanan dengan melibatkan instansi yang berwenang, ikut andilnya masyarakat dalam mewujudkan negara berdaulat, dan hubungan bilateral.

Pembagian Kekuasaan


Untuk terjaminnya sebuah negara yang berdaulat, negara harus membagi kekuasaannya terhadap kekuasaan yang lain. Sehingga jaminan itu akan terwujud, apabila suatu negara mempunyai system yang jelas. Yakni negara harus ada pembagian kekuasaan (politik) yang kita kenal dengan Triaspolitika. Ketiga cabang kekuasaan itu dipisahkan secara konkret, tujuannya adalah untuk melindungi hak- hak individu, menjaga kondusifitas negara itu sendiri, dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) agar kebebasan individu atau masyarakat terjamin, baik itu kebebasan yang berbentuk aspirasi maupun kebebasan pers.
Pertama, legislatif yaitu kekuasaan yang membuat undang-undang (dilakukan oleh parlemen atas nama rakyat). Kedua eksekutif yaitu kekuasaan menjalankan undang-undang. Ketiga yudikatif yaitu kekuasaan mengadili sengketa terhadap undang-undang. Bila tiga cabang kekuasaan ini disatukan pada satu orang atau satu badan pemerintahan yang sama, maka keadilan akan tiada; karena timbul rasa ketakutan bagi kaum lemah, bahwa pemimpin atau parlemen sama-sama menetapkan hukum rimba atau hukum tirani, dan mereka menjalankan dengan cara yang rimba atau tirani pula. Rasa keadilan atau kebebasan akan tiada apabila kekuasaan yudikatif tidak dipisahkan dari legislatif dan eksekutif. Apabila yidikatif dan legislatif digabung, kehidupan, keadilan, dan kebebasan akan terkekang oleh kebijakan yang sewenang-wenang, karena para hakim akan menjadi legislator. Apabila yudikatif dan eksekutif digabung, maka para hakim akan mengambil kebijakan yang kejam dan menindas.
Dengan demikian, menurut Montequieu, tujuan ajaran pemisahan kekuasaan fokus untuk melindungi HAM (Hak Asasi Manusia), dan kekuasaan hakim yang merdeka, mengharuskan hakim menyuarakan undang-undang atau hakim sebagai “mulutnya” undang-undang.Pemisahan kekuasaan pembuat undang-undang tersebut untuk meminimalisir terjadinya ketimpangan produk hukum, sebab tempurung kepala yang berbeda akan menciptkan buah pikir yang berbeda pula. Sehingga diperlukan pembagian kekuasaan sebagimmana pembahasan yang diatas. Ketiga cabang kekuasaan itu meskipun terpisah tapi saling mengawasi dan mengimbangi (check and balances) yang berarti “check power to power” (kekuasaan mengontrol kekuasaan).
Istilah Trias Politika itu dipelopori oleh Immanuel Kant, sedangkan isinya berasal dari Locke dan Montesquiew. Baik Locke maupun Montesquiew menyatakan bahwa di dalam negara demokrasi harus ada lembaga peradilan yang bebas dan merdeka dari kekuasaan lain dalam menjalankan tugas-tugasnya. Namun, tidak ada bukti yang cukup kuat yang menyatakan bahwa prinsip bebas merdeka itu harus diartikan adanya struktur organisasi ketatanegaraan yang betul-betul memisahkan lembaga yudikatif dari lembaga eksekutif. Artinya, secara struktur kelembagaan bisa saja yudikatif itu tidak terpisah dari eksekutif, tetapi dalam pelaksanaan tugas-tugasnyalah yang harus betul-betul merdeka.
Pernyataan yang terakhir ini dapat dilihat dari fakta tentang organisasi kelembagaan negara dan pengangkatan hakim di negara yang menganut Trias Politika yang ternyata tidak seragam. Di Amerika Serikat memang diadakan pemisahan yang tegas antara ketiga kekuasaan baik organ maupun fungsinya yang ditetapkan oleh kongres. Tetapi di Inggris, yang oleh Montesquiew sebagai contoh terbaik dari implementasi Trias Politika, justru badan peradilannya dibentuk oleh eksekutif dan tidak ada hakim-hakimnya yang dipilih. Penulis setuju terhadap pendapat yang disampaikan oleh Montesquiew, bahwa contoh yang dikemukakan oleh Montesquiew merupakan representasi dari Trias Politika. Sehingga kepastian hukum akan tercipta apabila tiga kekuasaan tersebut saing menjaga integritas baik itu integritas individual (professional) maupun lembaga tanpa ada bumbu-bumbu politik tertentu.

Hubungan Internasional


Berbeda dengan hukum nasional yang berlaku di setiap negara merdeka dan berdaulat yang dijalankan, diawasi serta diberikan sanksi bagi yang melanggarnya oleh sistem penyelenggaraan negara (termasuk di dalamnya penyelenggaraan hukum) secara efektif berdasarkan organisasi penyelenggaraan negara tersebut, hukum internasional tidak memilki pola pelaksanaan dan pengawasan secara terpusat.Tidak ada satu kekuasaan terpusat pun yang dapat memaksa para negara- negara anggota pergaulan internasional untuk menaati peraturan-peraturan yang terkandung dalam hukum internasional. PBB bukanlan negara atasan (superstate) negara-negara anggota, sehingga dalam praksis sering kita jumpai dalam resolusi PBB sering diabaikan. Karena hal itu kurang sesuai dengan politik negara tertentu. Perbuatan kepada hukum internasional tergantung kuat atau tidaknya status negara dalam power politics among nations (kekuatan politik negara tersebut di antara negara-negara lainnya). Misalnya saja, Amerika Serikat pasca perang dingin dengan bekas Uni Soviet (Rusia) menjadi berkuasa dan adikuasa. Dewasa ini saja negara tersebut masih menjadi ‘polisi dunia’ dan PBB hanya dijadikan instrumen politik semata.
Dimensi hukum internasional berbaur dengan dimensi kepentingan lainnya, sehingga pelaksanaan dan pengawasannya sangat tergantung pada kekuatan politik dunia. Burma yang pemerintahannya totaliter adalah contoh bagaimana sebuah negara yang dikucilkan oleh dunia internasional akibat cara-cara represif yang digunakan pemerintahannya dalam menangani oposisi yang dipimpin oleh Aung San Su Sky. Untuk menciptakan negara yang berdaulat, perlulah melakukan hubungan yang erat dengan negara lain, supaya keamanan dan hak dari negara tersebut bisa terjamin. Maka dari itu dalam tulisan yang singkat ini kami akan sedikit menjelaskan apa itu hubungan internasional dan manfaatnya. 
     JG Stake dalam bukunya yang berjudul An Introduction to Internasional Lawmendefinisikan hubungan internasional dengan: sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri dari prinsip-prinsip hukum dan aturan tingkah laku yang mengikat suatu negara. Definisi ini cenderung lebih luas dibandingkan dengan definisi yang berkembang menjelang dan sesudah Perang Dunia Kedua, apalagi sesudah terbentuknya organisasi Internasional semisal Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) atau United Nation Organization (UNO) dan sebagainya.Timbulnya organisasi tersebut, upaya untuk memajukan nilai-nilai kemanusiaan, seperti hak asasi manusia, dengan hal tersebut muncul peraturan baru untuk menghukum orang-orang yang melakukan kejahatan atas nama kemanusiaan.

KESIMPULAN

Dalam kehidupan, manusia seringkali membutuhkan sesamanya untuk menempuh kehidupan, sehingga perlulah istilah negara untuk menjamin kebutuhann dan kekurangan manusia tersebut. Dari hal tersebut para pemikir klasik sampai modern kerap kali mendefinisikan negara nengan krakter yang berbeda, sebab kehidupan manusia itu berkembang, searah berjalannya jarum jam.
Aristoteles mendefinisikan negara, sebagai persekutuan dari keluarga dan desa guna memperoleh hidup yang sebaik-baiknya. Seiring berubahnya waktu pendefinisian yang gagas oleh Aristoteles harus diperbaharui sebab tidak bisa dipakai di negara modern ini. Dari hal tersebut Thomas Aquenes mendefinisikan negara sebagai lembaga sosial manusia yang paling tinggi dan luasang berfungsi menjamin manusia memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisiknya yang melampaui kemampuan lingkungan sosial lebih kecil sepeti desa dan kota. Kemungkinan besar pastilah ada puncaknya pendefinisian tetang negara, sehingga tidak perlu rekonstruksi ulang mengenai negara. Diantara pembagian kekuasaan yaitu atau yang lebih kita kenal dengan istilah Trias Politika.
Berkaitan dengan pembahasan diatas, dalam mengimplementasikan hukum di negara yang berdaulat diperlukan pembagian kekuasaan, tidak hanya bertumpu pada satu kekuasaan saja. Meskipun ketiga cabang kekuasaan itu terpisah namun saling mengawasi dan mengimbangi (check and balances). Selain mengawasi dalam ruang lingkup nasional, negara yang berdaulat diperlukan ada hubungan internasional atau hubungan bilateral. Agar harkat dan martabat negara tersebut tidak dikucilkan oleh negara lain. Salah satunya dengan aktif di organisasi internasional, misalnya PBB, KTT dan lain sebagainya. Sehingga pengimplementasian hukum dalam negara yang berdaulat dapat terwujud.


Yogyakarta  20 Novwmber 2019















































REVOLUSI INDUSTRI 4.0, DESA SEMAKIN MENJADI SUBJEK ATAU OBJEK?

REVOLUSI INDUSTRI 4.0, DESA SEMAKIN MENJADI SUBJEK ATAU OBJEK?


Kebanyakan orang memahami desa sebagai tempat dimana bermukim penduduk dengan peradaban yang lebih keterbelakang ketimbang kota. Biasanya dicirikan dengan bahasa ibu yang kental, tingkat pendidikan yang relative rendah, mata pencaharian yang umumnya dari sektor pertanian. Bahkan terdapat kesan kuat, bahwa pemahaman umum memandang desa sebagai tempat bermukim para petani. Banyak pandangan tentang desa bahkan cendrung merendahkan posisi desa itu sendiri tanpa melihat lebih jauh akan hakikat desa itu sendiri.

Desa bukan hanya saja sebagai tempat tinggal, melainkan juga sebagai tempat dengan sejuta kekayaan yang tersimpan didalamnya. Kekayan-kekayaan yang tersembunyi dalam desa apabila digali potensinya maka ketubutan penduduk desa akan terpenuhi sepenuhnya.

Tren yang dikembangkan dalam membangun desa adalah desa yang berdaya, desa yang membangun dan memenuhi kebutuhan penduduk didalamanya.  Namun sangat disayangkan ketika potensi yang tersimpan belum dapat dikelola dengan baik oleh penduduk desa.
Seiring berkembangnya teknologi dari generasi kegenerasi permasalah desa belum teratasi, masih saja desa terlihat sebagai tempat yang kumuh dan tidak dapat menjadi tempat sandaran bagi penduduknya, lantas apakah desanya yang salah? Atau pandangan dan kesiapan peduduk yang terlalu kecil dalam melihat desa?. Dua pertanyaan besar ini yang seharusnya menjadi titik fokus dalam pengkajian desa demi menggali potensi-potensi yang terpendam lalu memberikan pengertian kepada penduduk desa guna dapat membuka pandangan untuk melihat potensi-potensi yang tersimpan di desa itu.

Saat ini desa mendapat tantangan baru, tantangan yang mampu membelenggu desa dan isinya akan perkembangan industri yang saat ini mencapai revolusi industri 4.0, maka dalam tantangan ini apakah desa akan menjadi subjek atau malah semakin menjadi objek? Maka perlu adanya pemahaman-pemahan dasar sebagai bentuk kajian kritis akan permasalah baru ini. 

Revolusi Industri
1. Revolusi industri menunjukkan perubahan cara produksi, hal itu dilakukan untuk merespon perkembangan dan kebutuhan penduduk.
2. Thomas Robert Maltus: Penduduk berkembang menurut deret ukur, bahan makanan berkembang menurut deret hitung. 
3. Oleh karena itu kebutuhan materi yang dibutuhkan oleh penduduk tidak bisa dipertahankan dengan cara lama, cara berproduksi lama harus diganti secara total dengan cara baru, mulai dari sistem pengelolaan, alat-alat sampai dengan sumber daya manusia.
4. kemudia berkembanglah 2 sistem besar dalam pengelolaan sumber ekonomi produksi, disatu pihak orang meyakini pengelolaan terbaik di serahkan kepada individu (kapitalisme) dipihak lain diserahkan kepada komunitas sebagai aktornya (sosialisme). 

Perkembangan Revolusi Industri
1. Perkembangan revolusi industri pada perinsipnya adalah perkembangan dan perubahan alat produksi untuk  menggerakkan proses produksi.
2. Revolusi industri 1.0 (1784): air dan uap sebagai penggerak mekanisme sistem produksi.
3. Revolusi industri 2.0 (1870): listrik untuk menggerakkan sistem produksi masal.
4. Revolusi 3.0 (1969): menggunakan kekuatan elektronik dan teknologi informasi (komputer) untuk otomatisasi proses produksi.
5. Revolusi industri 4.0 (sekarang) ditandai oleh penggabungan antara teknologi komputer dan internet untuk menggerakkan hampir semua proses produksi industrial.

Si Kecil Bisa Menjadi Powerfull
1. Munculnya teknologi penggabungan komputer dan internet membuat perubahan yang luar biasa dimana orang bisa mengakses informasi apa saja melampaui batas-batas negara.
2. Tidak hanya itu melainkan juga muncul berbagai aplikasi yang memungkinkan kemapanan dalam dunia bisnis tergoyahkan (terbelenggu), yang kecil bisa menjadi powerfull (gojek, buka lapak, toko pedia dll) orang bisa menjual apa saja tanpa harus memiliki tempat yang luas.
3. Disatu pihak teknologi ini menghasilkan kreativitas sedang dipihak lain melahirkan sikap dan perilaku dehumanisasi. Industri awal mula dirancang untuk menciptakan solusi, akan tetapi bisa menghasilkan persoalan baru jika sikap emansipatoris dan kritis tidak hadir didalamnya. 

Desa Di Era Revolusi Industri 4.0
1. Desa menjadi wilayah terbuka yang bisa dilihat oleh siapa pun tanpa harus datang terlebih dahulu kedesa tersebut. Informasi tentang desa juga semakin detail.
2. Implikasinya, desa bisa menjadi objek bagi siapa pun yang memiliki kepentingan terhadap desa. Namun juga masyarakat juga bisa menjadi subjek yang menentukan jika memiliki kemampuan kritis dan kreatif terhadap berbagain kepentingan yang akan mengeksploitasi desa.

Social And Economic Development Based On Village
1. Kekuatan ekonomi seperti apa yang akan dibangun ditingkat desa? Kekuatan sosial ekonomi berbasis individu atau kekuatan sosial ekonomi berbasis kolektif?
2. Seandainya kita setia terhadap nilai pancasila dan UUD '45' perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan. Konsep ini belom ada wujud konkritnya. Konsep ini seharusnya menjadi sumber nilai untuk membangun kehidupan sosial ekonomi desa.

Dengan revolusi industri yang semakin berkembang desa dan masyarakatnya dapat menjadi objek orang lain karena orang lain akan mengetahui dengan detail informasi didalamnya. Akan tetapi jika masyarakat desa memiliki rancangan kedepan tentang desa yang dicita-citakan meraka akan menjadi subjek yang menentukan, tidak mudah dieksploitasi orang lain karena paham tentang arah yang dicita-citakan.

Penulis : Abd. Mufty  (Sekretaris DPW IMABA Yogyakarta)