Titik Nadir keberagamaan Masyarakat Indonesia

Penulis: Yaqin Mdr
Ilustrasi keberagamaan masyarakat [kulkulbali.com]


Agama merupakan ajaran yang dalam prateknya menjadi pedoman berprilaku manusia dengan dirinya sendiri, sesama manusia, alam dan Tuhan. Meskipun agama khususnya di Indonesia berbeda-beda tapi ada hal yang universal dalam ajarannya yaitu, penganjuran berbuat baik dalam rangka harmoni dalam kehidupan sosial masyarakat serta kepercayaan terhadap hari pembalasan setelah kematian.

Kesamaan Ajaran Agama diatas juga diperluas dengan prinsip ajaran agama yang memberikan kewajiban terhadap penganut agama lain, dengan kewajiban pembatasan maksudnya kewajiban pelaksanaan ajaran agama dilaksanakan setelah masuk agama tersebut. Hal ini di perkuat dengan perbedaan dalam agama bukan berarti tuhannpun berbeda melainkan kepercayaan terhadap tuhan hanya satu Tuhan yaitu Tuhan Yang Maha Esa.

Kesamaan dalam bertuhan tidak serta merta menunjukkan masyarakat Indonesia dalam pelaksanaan hubungan antar umat agama mulus banyak terjadi praktek pengkafir-kafiran seperti yang terjadi pada saat salah satu tokoh menyebut bahwa tokoh agama lainnya kafir karena berbeda pendapat dengan dirinya atau fenomena pernyataan atas pengistilahan non-islam atau kafir dalam salah kitab suci yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan baik-baik bahwa kita adalah kafir bagi umat agama lain dan umat agama lain adalah kafir bagi kita yang berbeda agama, fenomena pembatasan pelaksanaan Ibadah terhadap agama tertentu dengan mempersulit izin pendirian Gereja seperti yang terjadi di salah satu daerah di Yogyakarta atau pengrusakan salah satu masjid di Bandung, serta melakukan penghasutan untuk melakukan tindakan yang menyebabkan kerugian terhadap masyarakat lainnya seperti yang terjadi konflik antar agama di Maluku dan kasus penyerangan terhadap Pastor Karl Edmund Prier di Gereja Santa Lidwina, Sleman, Yogyakarta serta penyerangan terhadap KH Umar Bisri, pimpinan Ponpes Al-Hidayah Bandung.

Keadaan seperti ini menjadi catatan yang serius untuk ditelaah kembali dan menjadi bahan refleksi keberagamaan masyarakat Indonesia, apakah benar kegiatan diatas yang menyebabkan kerugian terhadap orang lain adalah bagian dari ajaran agama di Indonesia ? atau Pancasila yang dalam pandangan Soekarno didalamnya terdapat nilai gotong royong udah hilang dalam masyarakat Indonesia ?.

Pertanyaan mungkin akan masih terus berlanjut dengan berjalannya keadaan serta klaim-klaim semu dari salah satu pihak yang menyebut dirinya adalah orang yang paling taat beragama yang dalam kajian Psikologis kaitannya body shaiming faktor dari adanya klaim-klaim semu tersebut biasanya terjadi karena ketidak percayaan dirinya sendiri dalam beragama sehingga menginginkan orang lain ikut melaksanakan keagamaan dirinya yang metode yang tidak dapat dibenarkan.
Bukankah dengan dibukannya Demokrasi dan dilindunginya melaksanakan peribadatan menjadi alternatif bagi pengembangan keagamaan yang baik bagi pemeluknya. Mengapa malah mundur pada masa jahiliah dimana kita mengenal prilaku Fir’au yang dengan pasukan tempur terbaiknya memerintahkan mengejar Musa untuk dibunuh karena tidak mempercayai bahwa Fir’au itu tuhan, Raja Herodes yang sangat ingin membunuh Isa putra Maryam ditiang salib, serta kisah Muhammad utusan Allah yang harus hijrah dari kota kelahirannya ke Madinah karena di halang-halangi oleh pamannya sendiri untuk beribadah dengan ancaman dibunuh.

Dari keadaan yang telah diuraikan diatas, kita sebagai masyarakat yang masih mempercayai bahwa memanusiakan manusia adalah hal yang paling utama serta pelaksanaan nilai Pancasila yang kita yakini Bersama bahwa itu bagian warisan leluhur kita maka sudah sepatutnya kita menjaga keberagaman dengan toleransi seperti yang pernah di ucapkan oleh nabi Muhammad ketika diminta untuk masuk agama masyarakat Qura’is “agamamu adalah agamamu, agamaku adalah agamaku”. 

1 komentar