MALAPETAKA BERCINTA
Oleh : SYAIFULLAH (Rakyat Republik Jancukers)
“Kemarilah sayang, lihat lekuk tubuhku ini. Sengaja kubuka lebar tuk kau nikmati dengan desah yang bergairah. Kemarilah, setubuhi aku dengan penuh cinta, angkat benda tumpul panjang nan keras itu, letakkanlah di mana kau sukai. Biarkan cairannya muncrat di sela-sela pusarku agar aku bisa menikmati hangatnya cairan yang tumpah dari benda itu. Aku akan terdiam pasrah untuk kau jalajahi setiap titik di tubuhku. Kemarilah sayang, kenapa kau hanya terdiam? Tak adakah hasrat dalam dirimu untuk menyetubuhiku? Tak dengarkah kau desah nafasku yang tak beraturan ini? Birahiku sudah tak bisa lagi kutahan, sayang. Kemarilah setubuhi aku, belai mesra tubuhku ini.”
Juna masih saja tertunduk sembari memegang kepalanya. Sesekali dia memukul-mukul kepalanya tak percaya sekaligus tak terima. Dia bingung, bertanya pada batinnya kenapa nafsu dalam dirinya tak mau bergejolak sedikitpun, meski seuntai tubuh seksi dengan lekuk indah terlentang di hadapannya. Rayuan kekasihnya itu tak sedikitpun membangkitkan gairah Juna tuk bersenggama.
“Ada apa sayang? Kenapa tak sekalipun kau menyentuhku? Tak adakah hasrat dalam dirimu tuk bercinta denganku malam ini? Aku sudah tidak sabar menunggumu meraih, memeluk dan membelai tubuhku. Aku sudah cukup tersiksa atas hasrat bercumbu yang lama tak terpenuhi. Kian lama sudah aku menahan rasa ini, menunggumu memelukku kemudian meletakkan benda keras itu di sela-sela tubuhku hingga kita melebur dalam rasa hangat pada dinginnya malam. Ada apa sayang? Kenapa kau masih tertunduk dengan raut seperti itu? Kemarilah tumpahkan cairan itu pada tubuhku.” Suara lirih ditambah desahan hangat semakin membuat Juna kesal. Dia mendongakkan kepalanya pada langit seraya berteriak sekuat tenaga.
“Kenapa..? Kenapa aku setolol ini? Tuhan, kenapa kau ciptakan indah dunia seluas ini jika tak secuilpun hasrat yang kau beri padaku tuk maknainya dengan indah?” Juna masih dengan isak tangis dan kecewa yang semakin menjadi. Sementara manusia-manusia di bawah langit yang sama dengannya tak mendengar teriakan Juna.
Malam terdiam, angin berhenti berirama. Juna berhenti protes pada Tuhannya. Dia melerik pada benda panjang keras miliknya. Segera dia memegang dan memainkannya sambil menggerutu. “Kenapa? Kenapa aku tak bisa menyetubuhinya sedangkan aku hanya harus meletakkanmu pada hamparan tubuh cantik itu hingga dia merasakan cairan yang menyembur dari dirimu?”
Perlahan Juna membuka kancing bajunya satu persatu, melucuti pakian yang ia kenakan. Dengan rasa yang masih ragu Ia melirik tubuh cantik yang terlentang di depannya, tapi segera ia palingkan wajahnya. Jantungnya berdegup kencang, nafasnya mulai tak beraturan, nafsu di dalam dirinya mulai melonjak. Juna kembali mengarahkan pandangannya pada tubuh mulus itu, dia sedikit menggit bibirnya. Tangannya gemetar memegang benda panjang miliknya. Keringatnya mengalir di sekujur tubuhnya. Ia menjalarkan tangannya mencoba meraih kekasih yang sedari tadi menggodanya. Juna menjalankan tangannya menjelajahi lekuk tubuh kekasihnya, halus nan lembut ia rasakan. Kekasihnya mendesah keenakan, hangat nafasnya dirasakan oleh Juna.
Juna mulai terangsang untuk menyetubuhi kekasihnya. Dirinya merasakan letupan-letupan di dadanya. Panas dingin tubuh Juna semakin melebur. Hasrat Juna untuk bercinta dengan kekasihnya sudah berada di titik puncak. Ia teringat perkataan teman karibnya. “Berkarya memang membutuhkan waktu, tapi bukan berarti harus membuang-buang waktu dengan hanya terdiam. Kamu hanya cukup memulainya dengan menyetubuhi kertas-kertas yang kamu miliki dan anggaplah dia kekasihmu agar kamu mencumbunya dengan segenap cinta yang kau miliki. Hingga nanti lahirlah anak dari persetubuhan kalian yang akan dicintai banyak orang. Percayalah kertas-kertas yang kau miliki sudah tidak sabar menunggumu mengambil pena supaya kau teteskan tinta di tubuhnya. Dia sudah lama menunggu kehangatan tintamu itu, Juna.” Mereka saling beradu pandang. Juna semakin bersemangat untuk menuliskan kata demi kata pada kertas di depanya setelah teringat perkataan temannya. Keinginannya untuk berkarya semakin berkobar. Tatapan mataya tak sia-sia, dia ingin sekali melahirkan buah pikirnya malam ini. Juna ingin membuktikan pada semesta bahwa dia bukan pria tolol yang tidak bisa berkarya.
“Aku akan menyetubuhimu malam ini, kekasih. Aku tak ingin menjadi sebodoh yang kau katakan.” Ucap Juna pada kertas kesayangannya. Dengan penuh keberanian dia mulai memainkan pena di atas lekukan tubuh kertas catiknya. Dia rangkai tumpukan kata yang tersimpan dalam benaknya. Dia hanyut dalam pelukan kertasnya, merasakan cinta mencairkan rasa. Seketika malam menjadi tenang, tak ada lagi air mata yang memprotes semesta. Wajah Juna yang tadinya menyerukan kekesalan tak lagi ada. Hanya seutas senyum yang kini mulai terlukis di wajahnya.
Kini juna bermesraan bersama kekasih cantiknya. Keduanya tersenyum merasakan kehangatan yang sama. Selang beberapa menit mereka bercumbu mesra, Juna terdiam. Badannya melemas, keringat dinginnya bercucuran. Kakinya gemetar seakan tak kuat lagi melanjutkan persetubuhannya malam ini. Sedang kekasihnya belum merasakan kelelahan, dia masih merintih kekurangan, menggeliat mengajak Juna tuk melanjutkan. Mungkin dia masih kurang puas atas belaian Juna yang hanya sebentar. Tak berlangsung lama, juna meletakkan kembali benda keras miliknya pada tubuh kekasih manisnya itu. Mereka berkasih-kasih kembali sampai lupa pada manusia-manusia yang tadinya tak mendengar kekesalan Juna.
“Ah,, sedapnya tubuhmu kekasih. Aku tak pernah mencium aroma seperti ini sebelumnya. Setelah sekian lama aku tak bercumbu denganmu. Lama sudah aku ingin merasakan kenikmatan yang tiada tandingannya ini. Ah,,, Ah.."
Semesta tersenyum menyaksikan sepesang kekasih yang sedang asik bercinta itu. Juna masih mendekap kekasihnya meski malam semakin larut. “Wahai malam, panjanglah. Wahai kantuk, hilanglah. Wahai subuh, janganlah kau datang. Aku masih ingin melampiaskan nasfu birahiku pada kekasih cantikku ini.” Bersetubuh dengan kertas memang begitu sedap dirasakan, bercumbu dengan menganggapnya kekasih lebih nikmat dari yang orang-orang katakan. Juna merasakan semua itu malam ini, kesenagan yang tak bisa digambarkan lewat kata-kata, kenikmatan yang tak dimiliki sembarang orang menyelimuti malamnya kini.
Oleh : SYAIFULLAH (Rakyat Republik Jancukers)
“Kemarilah sayang, lihat lekuk tubuhku ini. Sengaja kubuka lebar tuk kau nikmati dengan desah yang bergairah. Kemarilah, setubuhi aku dengan penuh cinta, angkat benda tumpul panjang nan keras itu, letakkanlah di mana kau sukai. Biarkan cairannya muncrat di sela-sela pusarku agar aku bisa menikmati hangatnya cairan yang tumpah dari benda itu. Aku akan terdiam pasrah untuk kau jalajahi setiap titik di tubuhku. Kemarilah sayang, kenapa kau hanya terdiam? Tak adakah hasrat dalam dirimu untuk menyetubuhiku? Tak dengarkah kau desah nafasku yang tak beraturan ini? Birahiku sudah tak bisa lagi kutahan, sayang. Kemarilah setubuhi aku, belai mesra tubuhku ini.”
Juna masih saja tertunduk sembari memegang kepalanya. Sesekali dia memukul-mukul kepalanya tak percaya sekaligus tak terima. Dia bingung, bertanya pada batinnya kenapa nafsu dalam dirinya tak mau bergejolak sedikitpun, meski seuntai tubuh seksi dengan lekuk indah terlentang di hadapannya. Rayuan kekasihnya itu tak sedikitpun membangkitkan gairah Juna tuk bersenggama.
“Ada apa sayang? Kenapa tak sekalipun kau menyentuhku? Tak adakah hasrat dalam dirimu tuk bercinta denganku malam ini? Aku sudah tidak sabar menunggumu meraih, memeluk dan membelai tubuhku. Aku sudah cukup tersiksa atas hasrat bercumbu yang lama tak terpenuhi. Kian lama sudah aku menahan rasa ini, menunggumu memelukku kemudian meletakkan benda keras itu di sela-sela tubuhku hingga kita melebur dalam rasa hangat pada dinginnya malam. Ada apa sayang? Kenapa kau masih tertunduk dengan raut seperti itu? Kemarilah tumpahkan cairan itu pada tubuhku.” Suara lirih ditambah desahan hangat semakin membuat Juna kesal. Dia mendongakkan kepalanya pada langit seraya berteriak sekuat tenaga.
“Kenapa..? Kenapa aku setolol ini? Tuhan, kenapa kau ciptakan indah dunia seluas ini jika tak secuilpun hasrat yang kau beri padaku tuk maknainya dengan indah?” Juna masih dengan isak tangis dan kecewa yang semakin menjadi. Sementara manusia-manusia di bawah langit yang sama dengannya tak mendengar teriakan Juna.
Malam terdiam, angin berhenti berirama. Juna berhenti protes pada Tuhannya. Dia melerik pada benda panjang keras miliknya. Segera dia memegang dan memainkannya sambil menggerutu. “Kenapa? Kenapa aku tak bisa menyetubuhinya sedangkan aku hanya harus meletakkanmu pada hamparan tubuh cantik itu hingga dia merasakan cairan yang menyembur dari dirimu?”
Perlahan Juna membuka kancing bajunya satu persatu, melucuti pakian yang ia kenakan. Dengan rasa yang masih ragu Ia melirik tubuh cantik yang terlentang di depannya, tapi segera ia palingkan wajahnya. Jantungnya berdegup kencang, nafasnya mulai tak beraturan, nafsu di dalam dirinya mulai melonjak. Juna kembali mengarahkan pandangannya pada tubuh mulus itu, dia sedikit menggit bibirnya. Tangannya gemetar memegang benda panjang miliknya. Keringatnya mengalir di sekujur tubuhnya. Ia menjalarkan tangannya mencoba meraih kekasih yang sedari tadi menggodanya. Juna menjalankan tangannya menjelajahi lekuk tubuh kekasihnya, halus nan lembut ia rasakan. Kekasihnya mendesah keenakan, hangat nafasnya dirasakan oleh Juna.
Juna mulai terangsang untuk menyetubuhi kekasihnya. Dirinya merasakan letupan-letupan di dadanya. Panas dingin tubuh Juna semakin melebur. Hasrat Juna untuk bercinta dengan kekasihnya sudah berada di titik puncak. Ia teringat perkataan teman karibnya. “Berkarya memang membutuhkan waktu, tapi bukan berarti harus membuang-buang waktu dengan hanya terdiam. Kamu hanya cukup memulainya dengan menyetubuhi kertas-kertas yang kamu miliki dan anggaplah dia kekasihmu agar kamu mencumbunya dengan segenap cinta yang kau miliki. Hingga nanti lahirlah anak dari persetubuhan kalian yang akan dicintai banyak orang. Percayalah kertas-kertas yang kau miliki sudah tidak sabar menunggumu mengambil pena supaya kau teteskan tinta di tubuhnya. Dia sudah lama menunggu kehangatan tintamu itu, Juna.” Mereka saling beradu pandang. Juna semakin bersemangat untuk menuliskan kata demi kata pada kertas di depanya setelah teringat perkataan temannya. Keinginannya untuk berkarya semakin berkobar. Tatapan mataya tak sia-sia, dia ingin sekali melahirkan buah pikirnya malam ini. Juna ingin membuktikan pada semesta bahwa dia bukan pria tolol yang tidak bisa berkarya.
“Aku akan menyetubuhimu malam ini, kekasih. Aku tak ingin menjadi sebodoh yang kau katakan.” Ucap Juna pada kertas kesayangannya. Dengan penuh keberanian dia mulai memainkan pena di atas lekukan tubuh kertas catiknya. Dia rangkai tumpukan kata yang tersimpan dalam benaknya. Dia hanyut dalam pelukan kertasnya, merasakan cinta mencairkan rasa. Seketika malam menjadi tenang, tak ada lagi air mata yang memprotes semesta. Wajah Juna yang tadinya menyerukan kekesalan tak lagi ada. Hanya seutas senyum yang kini mulai terlukis di wajahnya.
Kini juna bermesraan bersama kekasih cantiknya. Keduanya tersenyum merasakan kehangatan yang sama. Selang beberapa menit mereka bercumbu mesra, Juna terdiam. Badannya melemas, keringat dinginnya bercucuran. Kakinya gemetar seakan tak kuat lagi melanjutkan persetubuhannya malam ini. Sedang kekasihnya belum merasakan kelelahan, dia masih merintih kekurangan, menggeliat mengajak Juna tuk melanjutkan. Mungkin dia masih kurang puas atas belaian Juna yang hanya sebentar. Tak berlangsung lama, juna meletakkan kembali benda keras miliknya pada tubuh kekasih manisnya itu. Mereka berkasih-kasih kembali sampai lupa pada manusia-manusia yang tadinya tak mendengar kekesalan Juna.
“Ah,, sedapnya tubuhmu kekasih. Aku tak pernah mencium aroma seperti ini sebelumnya. Setelah sekian lama aku tak bercumbu denganmu. Lama sudah aku ingin merasakan kenikmatan yang tiada tandingannya ini. Ah,,, Ah.."
Semesta tersenyum menyaksikan sepesang kekasih yang sedang asik bercinta itu. Juna masih mendekap kekasihnya meski malam semakin larut. “Wahai malam, panjanglah. Wahai kantuk, hilanglah. Wahai subuh, janganlah kau datang. Aku masih ingin melampiaskan nasfu birahiku pada kekasih cantikku ini.” Bersetubuh dengan kertas memang begitu sedap dirasakan, bercumbu dengan menganggapnya kekasih lebih nikmat dari yang orang-orang katakan. Juna merasakan semua itu malam ini, kesenagan yang tak bisa digambarkan lewat kata-kata, kenikmatan yang tak dimiliki sembarang orang menyelimuti malamnya kini.
Wihh keren! Awalnya saya berfikir negatif, namun setelah saya terlelap dalam hipnotis kemesraan berkarya, aku menjadi bernafsu untuk membacanya... Mantap!
BalasHapusKeren
BalasHapusPenuh gairah dan birahi, seakan pembaca dipermainkan bawah sadar a! Top keren, lanjutkan !
BalasHapusLanjutkan
BalasHapusJoossss
BalasHapusPaleng top pah jiah 😁👍
BalasHapusSangat hebat dan penuh dengan nilai-nilai positif. tulisan ini memberikanku semangat.
BalasHapusLanjutkan karyamu !!!